KATA PENGANTAR
Puji syukur alhamdullillah
kami panjatkan ke hadirat Alloh SWT atas berkat dan rahmat yang diberikan
sehingga kami dapat menyelesaikan penyusunan makalah ini yang berjudul
Penilaian dalam Pembelajaran Kurikulum 2013.
Makalah ini disusun untuk
memenuhi salah satu tugas kelompok pada mata kuliah Pengembangan Kurikulum pada
Program Studi pendidikan fisika Universitas muhammadiyah metro tahun akademik 2014/2015.
Pada dasarnya makalah
sederhana ini kami susun dengan sebaik-baiknya dari berbagai sumber dan rujukan
yang relevan akan tetapi tidak menutup kemungkinan masih terdapat kekurangan
dan kelemahan dari isi dan penyajiannya. Oleh karena itu, kami bersedia
menerimka kritik dan saran untuk perbaikan dan penyempurnaan penyusunan makalah
selanjutnya.
Makalah ini akan sangat
membantu guru dalam mengimplementasikan kurikulum 2013 khususnya dalam
kaitannya dengan penilaian.
metro, Desember 2014
Penyusun.
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR
.................................................................................. ........ i
DAFTAR ISI ......................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang.................................................................................. 1
B.
Rumusan Masalah.............................................................................. 2
C.
Tujuan
Penulisan................................................................................ 3
BAB II PEMBAHASAN
...........................................................................
BAB III KESIMPULAN
.............................................................................
DAFTAR PUSTAKA....................................................................................
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Penilaian dalam pendidikan merupakan salah satu
komponen yang tak kalah penting dengan proses pembelajaran. Ketika proses pembelajaran dipandang
sebagai proses perubahan tingkah laku siswa, peran penilaian proses
pembelajaran menjadi sangat penting. Penilaian merupakan suatu proses untuk mengumpulkan,
menganalisa dan menginterpretasi informasi untuk mengetahui tingkat pencapaian tujuan
pembelajaran oleh peseta didik.
Sistem penilaian yang baik akan mampu memberikan
gambaran tentang kualitas pembelajaran sehingga pada gilirannya akan mampu
membantu pengajar merencanakan strategi pembelajaran. Bagi peserta didik
sendiri, sistem penilaian yang baik akan mampu memberikan motivasi untuk selalu
meningkatkan kemampuannya.
Istilah penilaian merupakan alih bahasa dari istilah
assessment, bukan dari istilah evaluation. Dalam proses pembelajaran, penilaian
sering dilakukan guru untuk memberikan berbagai informasi secara
berkesinambungan dan menyeluruh tentang proses dan hasil yang telah dicapai
peserta didik. Artinya, penilaian tidak hanya ditujukan pada penguasaan salah
satu bidang tertentu saja, tetapi bersifat menyeluruh yang mencakup aspek
pengetahuan, keterampilan, sikap dan nilai-nilai. Sementara itu, Nitko (1996 :
4) menjelaskan “assessment is a broad term defined as a process for
obtaining information that is used for making decisions about students,
curricula and programs, and educational policy” (penilaian adalah suatu
proses untuk memperoleh informasi yang digunakan untuk membuat keputusan
tentang peserta didik, kurikulum, program, dan kebijakan pendidikan).
Dalam hubungannya dengan proses dan hasil belajar,
penilaian dapat didefinisikan sebagai suatu proses atau kegiatan yang
sistematis dan berkesinambungan untuk mengumpulkan informasi tentang proses dan
hasil belajar peserta didik dalam rangka membuat keputusan-keputusan
berdasarkan kriteria dan pertimbangan tertentu. Jika dilihat dalam konteks yang
lebih luas, keputusan tersebut dapat menyangkut keputusan tentang peserta
didik, keputusan tentang kurikulum dan program atau juga keputusan tentang
kebijakan pendidikan.
Keputusan penilaian terhadap suatu hasil belajar
sangat bermanfaat untuk membantu peserta didik merefleksikan apa yang mereka
ketahui, bagaimana mereka belajar, dan mendorong tanggung jawab dalam belajar.
Keputusan penilaian dapat dibuat oleh guru, sesama peserta didik (peer)
atau oleh dirinya sendiri (self-assessment). Pengambilan keputusan perlu
menggunakan pertimbangan yang berbeda-beda dan membandingkan hasil penilaian.
Pengambilan keputusan harus dapat membimbing peserta didik untuk melakukan
perbaikan hasil belajar.
Implementasi di sekolah, tak jarang penilaian yang
dilakukan tidak dipersiapkan dan direncanakan dengan berpedoman pada kisi-kisi
sehingga tidak sedikit guru seringkali mengalami kesulitan dalam
mengidentifikasi secara spesifik kompetensi yang dimasukkan ke dalam program
remedial pembelajaran. Penilaian yang tak direncanakan dengan baik tentunya
akan menghasilkan informasi yang kurang akuratterkait keberhasilan belajar
siswa. Oleh karena itu, hendaknya setiap guru memperhatikan prinsip-prinsip
penilaian yang baik agar hasil penilaian efektif dan efisien.
Asesmen autentik memiliki relevansi kuat terhadap
pendekatan ilmiah dalam pembelajaran sesuai dengan tuntutan Kurikulum 2013.
Karena, asesmen semacam ini mampu menggambarkan peningkatan hasil belajar
peserta didik, baik dalam rangka mengobservasi, menalar, mencoba, membangun
jejaring, dan lain-lain.Asesmen autentik cenderung fokus pada tugas-tugas
kompleks atau kontekstual, memungkinkan peserta didik untuk menunjukkan
kompetensi mereka dalam pengaturan yang lebih autentik. Karenanya, asesmen
autentik sangat relevan dengan pendekatan tematik terpadu dalam pembejajaran,
khususnya jenjang sekolah dasar atau untuk mata pelajaran yang sesuai.
Kata lain dari asesmen autentik adalah penilaian
kinerja, portofolio, dan penilaian proyek. Asesmen autentik adakalanya disebut
penilaian responsif, suatu metode yang sangat populer untuk menilai proses dan
hasil belajar peserta didik yang miliki ciri-ciri khusus, mulai dari mereka
yang mengalami kelainan tertentu, memiliki bakat dan minat khusus, hingga yang
jenius. Asesmen autentik dapat juga diterapkan dalam bidang ilmu tertentu
seperti seni atau ilmu pengetahuan pada umumnya, dengan orientasi utamanya pada
proses atau hasil pembelajaran.
Asesmen autentik sering dikontradiksikan dengan
penilaian yang menggunkan standar tes berbasis norma, pilihan ganda,
benar–salah, menjodohkan, atau membuat jawaban singkat. Tentu saja, pola
penilaian seperti ini tidak diantikan dalam proses pembelajaran, karena memang
lzim digunakan dan memperoleh legitimasi secara akademik. Asesmen autentik
dapat dibuat oleh guru sendiri, guru secara tim, atau guru bekerja sama dengan
peserta didik. Dalam asesmen autentik, seringkali pelibatan siswa sangat
penting. Asumsinya, peserta didik dapat melakukan aktivitas belajar lebih baik
ketika mereka tahu bagaimana akan dinilai.
Peserta didik diminta untuk merefleksikan dan
mengevaluasi kinerja mereka sendiri dalam rangka meningkatkan pemahaman yang
lebih dalam tentang tujuan pembelajaran serta mendorong kemampuan belajar yang
lebih tinggi. Pada asesmen autentik guru menerapkan kriteria yang berkaitan
dengan konstruksi pengetahuan, kajian keilmuan, dan pengalaman yang diperoleh
dari luar sekolah.
Asesmen autentik mencoba menggabungkan kegiatan
guru mengajar, kegiatan siswa belajar, motivasi dan keterlibatan peserta didik,
serta keterampilan belajar. Karena penilaian itu merupakan bagian dari proses
pembelajaran, guru dan peserta didik berbagi pemahaman tentang kriteria
kinerja. Dalam beberapa kasus, peserta didik bahkan berkontribusi untuk
mendefinisikan harapan atas tugas-tugas yang harus mereka lakukan.
Asesmen autentik sering digambarkan sebagai
penilaian atas perkembangan peserta didik, karena berfokus pada kemampuan
mereka berkembang untuk belajar bagaimana belajar tentang subjek. Asesmen
autentik harus mampu menggambarkan sikap, keterampilan, dan pengetahuan apa
yang sudah atau belum dimiliki oleh peserta didik, bagaimana mereka menerapkan
pengetahuannya, dalam hal apa mereka sudah atau belum mampu menerapkan
perolehan belajar, dan sebagainya. Atas dasar itu, guru dapat mengidentifikasi
materi apa yang sudah layak dilanjutkan dan untuk materi apa pula kegiatan
remidial harus dilakukan.
B.
Rumusan Masalah
Beberapa masalah yang akan dibahas terkait
penilaian dalam pembelajaran kurikulum 2013 pada makalah ini adalah:
1.
Bagaimanakah
konsep dan kedudukan evaluasi dalam pembelajaran?
2.
Bagaimana
konsep penilaian autentik proses dan hasil belajar dalam kurikulum 2013?
3.
Apa saja
jenis penilaian autentik yang dapat digunakan dalam pembelajaran kurikulum
2013?
C.
Tujuan Penulisan
Tujuan penulisan makalah ini yaitu:\
1.
Memberikan
gambaran konsep dan kedudukan evaluasi dalam pembelajaran.
2.
Memberikan
gambaran konsep penilaian autentik proses dan hasil belajar dalam kurikulum
2013.
3.
Menggambarkan
jenis-jenis penilaian autentik yang dapat digunakan guru dalam pembelajaran
kurikulum 2013.
4.
Memenuhi
salah satu tugas kelompok pada mata kuliah Pengembangan Kurikulum pada Program
Studi Teknologi Pembelajaran Program Pascasarjana Univesitas Sultan Ageng
Tirtayasa tahun akademik 2013/2014.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian dan Kedudukan Evaluasi dalam
Pembelajaran
1. Konsep
Evaluasi
Dalam sistem pembelajaran (maksudnya pembelajaran sebagai suatu sistem),
evaluasi merupakan salah komponen penting dan tahap yang harus ditempuh oleh
guru untuk mengetahui keefektifan pembelajaran. Hasil yang diperoleh dapat
dijadikan balikan (feedback) bagi
guru dalam memperbaiki dan menyempurnakan program dan kegiatan pembelajaran. Di
sekolah, guru sering memberikan ulangan harian, ujian akhir semester, ujian
blok, tagihan, tes tertulis, tes lisan, tes tindakan, dan sebagainya.
Istilah-istilah ini pada dasarnya merupakan bagian dari sistem evaluasi itu
sendiri.
Istilah tes ini kemudian dipergunakan dalam lapangan psikologi dan
selanjutnya hanya dibatasi sampai metode psikologi, yaitu suatu cara untuk
menyelidiki seseorang. Penyelidikan tersebut dilakukan mulai dari pemberian
suatu tugas kepada seseorang atau untuk menyelesaikan suatu masalah tertentu.
Sebagaimana dikemukakan Sax (1980 : 13) bahwa “a test may be defined as a task or series of task used to obtain
systematic observations presumed to be representative of educational or
psychological traits or attributes” (tes dapat didefinisikan sebagai tugas
atau serangkaian tugas yang digunakan untuk memperoleh pengamatan-pengamatan
sistematis, yang dianggap mewakili ciri atau aribut pendidikan atau psikologis).
Sementara itu, Hasan (1988 : 7) menjelaskan “tes adalah alat pengumpulan
data yang dirancang secara khusus. Kekhususan tes dapat terlihat dari
konstruksi butir (soal) yang dipergunakan”. Rumusan ini lebih terfokus kepada
tes sebagai alat pengumpul data. Dengan kata lain, untuk mengumpulkan data
evaluasi, guru memerlukan suatu alat, antara lain tes. Tes dapat berupa
pertanyaan. Dengan demikian, tes pada hakikatnya adalah suatu alat yang berisi
serangkaian tugas yang harus dikerjakan atau soal-soal yang harus dijawab oleh
peserta didik untuk mengukur suatu aspek perilaku tertentu. Artinya, fungsi tes
adalah sebagai alat ukur. Dalam tes prestasi belajar, aspek perilaku yang
hendak diukur adalah tingkat kemampuan peserta didik dalam menguasai materi pelajaran
yang telah disampaikan.
Ahmann dan Glock dalam Hasan (1988 : 9) menjelaskan bahwa dalam analisis
terakhir, pengukuran hanya merupakan bagian, yaitu bagian yang sangat
substansial dari evaluasi. Pengukuran pendidikan adalah proses yang berusaha
untuk mendapatkan representasi secara kuantitatif tentang sejauh mana suatu
ciri yang dimiliki oleh peserta didik. Pendapat yang sama dikemukakan oleh
Wiersma dan Jurs (1985), bahwa secara teknis, pengukuran adalah pengalihan dari
angka ke objek atau peristiwa sesuai dengan aturan yang memberikan makna angka
secara kuantitatif. Dengan demikian, dapat dikemukakan bahwa pengukuran adalah
suatu proses atau kegiatan untuk menentukan kuantitas daripada sesuatu. Kata
“sesuatu” bisa berarti peserta didik, guru, gedung sekolah, meja belajar, white
board, dan sebagainya. Dalam proses pengukuran, tentu guru harus menggunakan
alat ukur (tes atau non-tes). Alat ukur tersebut harus standar, yaitu memiliki
derajat validitas dan reliabilitas yang tinggi. Dalam bidang pendidikan,
psikologi, maupun variabel-variabel sosial lainnya, kegiatan pengukuran
biasanya menggunakan tes.
Istilah penilaian merupakan alih bahasa dari istilah assessment, bukan dari
istilah evaluation. Dalam proses pembelajaran, penilaian sering dilakukan guru
untuk memberikan berbagai informasi secara berkesinambungan dan menyeluruh
tentang proses dan hasil yang telah dicapai peserta didik. Artinya, penilaian
tidak hanya ditujukan pada penguasaan salah satu bidang tertentu saja, tetapi
bersifat menyeluruh yang mencakup aspek pengetahuan, keterampilan, sikap dan
nilai-nilai. Sementara itu, Nitko (1996 : 4) menjelaskan bahwa penilaian adalah
suatu proses untuk memperoleh informasi yang digunakan untuk membuat keputusan
tentang peserta didik, kurikulum, program, dan kebijakan pendidikan.
Keputusan penilaian terhadap suatu hasil belajar sangat bermanfaat untuk
membantu peserta didik merefleksikan apa yang mereka ketahui, bagaimana mereka
belajar, dan mendorong tanggung jawab dalam belajar. Keputusan penilaian dapat dibuat
oleh guru, sesama peserta didik (peer)
atau oleh dirinya sendiri (self-assessment).
Pengambilan keputusan perlu menggunakan pertimbangan yang berbeda-beda dan
membandingkan hasil penilaian. Pengambilan keputusan harus dapat membimbing
peserta didik untuk melakukan perbaikan hasil belajar.
Guba dan Lincoln (1985 : 35), mendefinisikan evaluasi sebagai “a process
for describing an evaluand and judging its merit and worth”. (suatu proses
untuk menggambarkan evaluan (orang yang dievaluasi) dan menimbang makna dan
nilainya). Sax (1980 : 18) juga berpendapat bahwa evaluasi adalah suatu proses
dimana pertimbangan atau keputusan suatu nilai dibuat dari berbagai pengamatan,
latar belakang serta pelatihan dari evaluator. Dari dua rumusan tentang
evaluasi ini, dapat kita peroleh gambaran bahwa evaluasi adalah suatu proses
yang sistematis dan berkelanjutan untuk menentukan kualitas (nilai dan arti)
daripada sesuatu, berdasarkan pertimbangan dan kriteria tertentu untuk membuat
suatu keputusan.
Evaluasi dan penilaian mempunyai pengertian menilai atau menentukan nilai
sesuatu. Di samping itu, alat yang digunakan untuk mengumpulkan datanya juga
sama. Sedangkan perbedaannya terletak pada ruang lingkup (scope) dan pelaksanaannya. Ruang lingkup penilaian lebih sempit dan
biasanya hanya terbatas pada salah satu komponen atau aspek saja, seperti
prestasi belajar peserta didik. Pelaksanaan penilaian biasanya dilakukan dalam
konteks internal, yakni orang-orang yang menjadi bagian atau terlibat dalam
sistem pembelajaran yang bersangkutan. Misalnya, guru menilai prestasi belajar
peserta didik, supervisor menilai kinerja guru, dan sebagainya. Ruang lingkup
evaluasi lebih luas, mencakup semua komponen dalam suatu sistem (sistem
pendidikan, sistem kurikulum, sistem pembelajaran) dan dapat dilakukan tidak
hanya pihak internal (evaluasi internal) tetapi juga pihak eksternal (evaluasi
eksternal), seperti konsultan mengevaluasi suatu program.
Evaluasi dan penilaian lebih bersifat komprehensif yang meliputi
pengukuran, sedangkan tes merupakan salah satu alat (instrument) pengukuran.
Pengukuran lebih membatasi kepada gambaran yang bersifat kuantitatif
(angka-angka) tentang kemajuan belajar peserta didik (learning progress),
sedangkan evaluasi dan penilaian lebih bersifat kualitatif. Di samping itu,
evaluasi dan penilaian pada hakikatnya merupakan suatu proses membuat keputusan
tentang nilai suatu objek. Keputusan penilaian (value judgement) tidak
hanya didasarkan kepada hasil pengukuran (quantitative
description), tetapi dapat pula
didasarkan kepada hasil pengamatan dan wawancara (qualitative description).
Untuk lebih jelasnya, Anda dapat memperhatikan gambar berikut ini.
Gambar 2.1
Hubungan Evaluasi, Penilaian, Pengukuran dan Tes
Dengan demikian, pengertian evaluasi pembelajaran adalah suatu proses atau
kegiatan yang sistematis, berkelanjutan dan menyeluruh dalam rangka
pengendalian, penjaminan dan penetapan kualitas (nilai dan arti) pembelajaran
terhadap berbagai komponen pembelajaran, berdasarkan pertimbangan dan kriteria
tertentu, sebagai bentuk pertanggungjawaban guru dalam melaksanakan
pembelajaran. Sedangkan penilaian hasil belajar adalah suatu proses atau
kegiatan yang sistematis, berkelanjutan dan menyeluruh dalam rangka pengumpulan
dan pengolahan informasi untuk menilai pencapaian proses dan hasil belajar
peserta didik.
B.
Tujuan, Fungsi dan Prinsip Evaluasi Pembelajaran
Dalam arti sempat pembelajaran dapat diartikan sebagai suatu proses atau
cara yang dilakukan agar seseorang dapat melakukan kegiatan belajar. Sedangkan
belajar adalah suatu proses perubahan tingkah laku karena interaksi individu
dengan lingkungan dan pengalaman. Istilah “pembelajaran” (instruction) berbeda dengan istilah “pengajaran” (teaching). Kata “pengajaran” lebih
bersifat formal dan hanya ada di dalam konteks guru dengan peserta didik di
kelas/madrasah, sedangkan kata “pembelajaran” tidak hanya ada dalam konteks
guru dengan peserta didik di kelas secara formal, tetapi juga meliputi kegiatan-kegiatan
belajar peserta didik di luar kelas yang mungkin saja tidak dihadiri oleh guru
secara fisik.
Kata “pembelajaran” lebih menekankan pada kegiatan belajar peserta didik (child-centered) secara sungguh-sungguh
yang melibatkan aspek intelektual, emosional, dan sosial, sedangkan kata
“pengajaran” lebih cenderung pada kegiatan mengajar guru (teacher-centered) di kelas. Dengan demikian, kata “pembelajaran”
ruang lingkupnya lebih luas daripada kata “pengajaran”. Dalam arti luas,
pembelajaran adalah suatu proses atau kegiatan yang sistematis dan sistemik,
yang bersifat interaktif dan komunikatif antara pendidik (guru) dengan peserta
didik, sumber belajar dan lingkungan untuk menciptakan suatu kondisi yang
memungkinkan terjadinya tindakan belajar peserta didik, baik di kelas maupun di
luar kelas, dihadiri guru secara fisik atau tidak, untuk menguasai kompetensi
yang telah ditentukan.
Dalam proses pembelajaran, guru mengatur seluruh rangkaian kegiatan
pembelajaran, mulai dari membuat disain pembelajaran, melaksanakan kegiatan
pembelajaran, bertindak mengajar atau membelajarkan, melakukan evaluasi
pembelajaran termasuk proses dan hasil belajar yang berupa “dampak pengajaran”.
Peran peserta didik adalah bertindak belajar, yaitu mengalami proses belajar,
mencapai hasil belajar, dan menggunakan hasil belajar yang digolongkan sebagai
“dampak pengiring”. Melalui belajar, diharapkan kemampuan mental peserta didik
semakin meningkat sesuai dengan perkembangan peserta didik yang beremansipasi
diri, sehingga ia menjadi utuh dan mandiri.
Prestasi belajar pada umumnya berkenaan dengan aspek pengetahuan, sedangkan
hasil belajar meliputi aspek pembentukan watak peserta didik. Kata prestasi
banyak digunakan dalam berbagai bidang dan kegiatan antara lain dalam kesenian,
olah raga, dan pendidikan, khususnya pembelajaran. Prestasi belajar merupakan suatu masalah yang
bersifat perenial dalam sejarah kehidupan manusia, karena sepanjang rentang
kehidupannya manusia selalu mengejar prestasi menurut bidang dan kemampuan
masing-masing. Prestasi belajar (achievement)
semakin terasa penting untuk dibahas, karena mempunyai beberapa fungsi utama,
antara lain :
1.
Prestasi
belajar sebagai indikator kualitas dan kuantitas pengetahuan yang telah
dikuasai peserta didik. \
2. Prestasi belajar sebagai lambang
pemuasan hasrat ingin tahu. Para ahli psikologi biasanya menyebut hal ini
sebagai “tendensi keingintahuan (couriosity) dan merupakan kebutuhan
umum manusia”.
3. Prestasi belajar sebagai bahan informasi
dalam inovasi pendidikan. Asumsinya adalah prestasi belajar dapat dijadikan
pendorong bagi peserta didik dalam meningkatkan ilmu pengetahuan dan teknologi,
dan berperan sebagai umpan balik (feedback) dalam meningkatkan mutu
pendidikan.
4. Prestasi belajar sebagai indikator
interen dan ekteren dari suatu institusi pendidikan. Indikator interen dalam
arti bahwa prestasi belajar dapat dijadikan indikator tingkat produktivitas
suatu institusi pendidikan. Asumsinya adalah kurikulum yang digunakan relevan
dengan kebutuhan masyarakat dan peserta didik. Indikator eksteren dalam arti
bahwa tinggi rendahnya prestasi belajar dapat dijadikan indikator tingkat
kesuksesan peserta didik di masyarakat. Asumsinya adalah kurikulum yang
digunakan relevan dengan kebutuhan masyarakat.
5. Prestasi belajar dapat dijadikan indikator
terhadap daya serap (kecerdasan) peserta didik. Dalam proses pembelajaran,
peserta didik menjadi fokus utama yang harus diperhatikan, karena peserta
didiklah yang diharapkan dapat menyerap seluruh materi pelajaran
Jika dilihat dari beberapa fungsi prestasi belajar di atas, maka betapa
pentingnya Setiap guru harus mengetahui dan memahami prestasi belajar peserta
didik, baik secara perorangan maupun secara kelompok, sebab fungsi prestasi
belajar tidak hanya sebagai indikator keberhasilan dalam mata pelajaran
tertentu, tetapi juga sebagai indikator kualitas institusi pendidikan
(Madrasah). Di samping itu, prestasi belajar juga bermanfaat sebagai umpan
balik bagi Anda dalam melaksanakan proses pembelajaran, sehingga dapat
menentukan apakah perlu melakukan diagnosis, penempatan, atau bimbingan
terhadap peserta didik. Sebagaimana yang dikemukakan oleh Cronbach (1970 : 31),
bahwa kegunaan prestasi belajar banyak ragamnya, antara lain “sebagai umpan
balik bagi guru dalam mengajar, untuk keperluan diagnostik, untuk keperluan
bimbingan dan penyuluhan, untuk keperluan seleksi, untuk keperluan penempatan
atau penjurusan, untuk menentukan isi kurikulum, dan untuk menentukan kebijakan
sekolah”.
Sebagaimana telah dikemukakan di atas, bahwa pembelajaran sebagai suatu sistem
memiliki berbagai komponen yang saling berinteraksi, berinterelasi dan
berinterdependensi. Salah satu komponen pembelajaran adalah evaluasi. Begitu
juga dalam prosedur pembelajaran, dimana salah satu langkah yang harus ditempuh
guru adalah evaluasi. Dengan demikian, dilihat dari berbagai konteks
pembelajaran, evaluasi mempunyai kedudukan yang sangat penting dan strategis
karena evaluasi merupakan suatu bagian yang tak terpisahkan dari pembelajaran
itu sendiri.
C.
Konsep Penilaian Autentik Proses dan Hasil Belajar
Pembelajaran Kurikulum 2013
Penilaian autentik (Authentic Assessment) adalah pengukuran yang
bermakna secara signifikan atas hasil belajar peserta didik untuk ranah sikap,
keterampilan, dan pengetahuan. Istilah Assessment merupakan sinonim dari
penilaian, pengukuran, pengujian, atau evaluasi. Sedangkan Istilah Authentic
merupakan sinonim dari asli, nyata, valid, atau reliabel.
Secara konseptual penilaian autentik lebih bermakna secara signifikan
dibandingkan dengan tes pilihan ganda terstandar sekalipun. Ketika menerapkan
penilaian autentik untuk mengetahui hasil dan prestasi belajar peserta didik,
guru menerapkan kriteria yang berkaitan dengan konstruksi pengetahuan,
aktivitas mengamati dan mencoba, dan nilai prestasi luar sekolah.
Penilaian autentik memiliki relevansi kuat terhadap pendekatan ilmiah dalam
pembelajaran sesuai dengan tuntutan Kurikulum 2013. Dimana penilaian tersebut
mampu menggambarkan peningkatan hasil belajar peserta didik, baik dalam rangka
mengobservasi, menalar, mencoba, membangun jejaring, dan lain-lain. Penilaian
autentik cenderung fokus pada tugas-tugas kompleks atau kontekstual,
memungkinkan peserta didik untuk menunjukkan kompetensi mereka dalam pengaturan
yang lebih autentik, sehingga penilaian autentik sangat relevan dengan
pendekatan tematik terpadu dalam pembelajaran, khususnya jenjang sekolah dasar
atau untuk mata pelajaran yang sesuai.
Penilaian autentik sering dikontradiksikan dengan
penilaian yang menggunakan standar tes berbasis norma, pilihan ganda,
benar-salah, menjodohkan, atau membuat jawaban singkat. Tentu saja, pola
penilaian seperti ini tidak digantikan dalam proses pembelajaran, karena memang
lazim digunakan dan memperoleh legitimasi secara akademik. Penilaian autentik
dapat dibuat oleh guru sendiri, guru secara tim, atau guru bekerja sama
dengan peserta didik.
Dalam hal penilaian autentik, seringkali pelibatan siswa sangat penting.
Asumsinya, peserta didik dapat melakukan aktivitas belajar lebih baik ketika
mereka tahu bagaimana akan dinilai. Peserta didik diminta untuk merefleksikan
dan mengevaluasi kinerja mereka sendiri dalam rangka meningkatkan pemahaman
yang lebih dalam tentang tujuan pembelajaran serta mendorong kemampuan belajar
yang lebih tinggi.
Pada penilaian autentik guru menerapkan kriteria yang berkaitan dengan
konstruksi pengetahuan, kajian keilmuan, dan pengalaman yang diperoleh dari
luar sekolah. Penilaian autentik mencoba menggabungkan kegiatan guru mengajar,
kegiatan siswa belajar, motivasi dan keterlibatan peserta didik, serta
keterampilan belajar, karena penilaian itu merupakan bagian dari proses
pembelajaran, guru dan peserta didik berbagi pemahaman tentang kriteria
kinerja.
Dalam beberapa kasus, peserta didik bahkan berkontribusi untuk
mendefinisikan harapan atas tugas-tugas yang harus mereka lakukan.
Penilaian autentik sering digambarkan sebagai penilaian atas perkembangan
peserta didik, karena berfokus pada kemampuan mereka berkembang untuk belajar
bagaimana belajar tentang subjek. Oleh sebab itulah penilaian autentik harus
mampu menggambarkan sikap, keterampilan, dan pengetahuan apa yang sudah atau
belum dimiliki oleh peserta didik, bagaimana mereka menerapkan pengetahuannya,
dalam hal apa mereka sudah atau belum mampu menerapkan perolehan belajar, dan
sebagainya. Atas dasar itu, guru dapat mengidentifikasi materi apa yang sudah
layak dilanjutkan dan untuk materi apa pula kegiatan remedial harus dilakukan.
Penilaian autentik mengharuskan pembelajaran yang autentik pula. Menurut
Ormiston, belajar autentik mencerminkan tugas dan pemecahan masalah yang
diperlukan dalam kenyataannya di luar sekolah. Penilaian autentik terdiri dari
berbagai teknik penilaian, yaitu: pertama, pengukuran langsung keterampilan
peserta didik yang berhubungan dengan hasil jangka panjang pendidikan seperti
kesuksesan di tempat kerja; kedua, penilaian atas tugas-tugas yang memerlukan
keterlibatan yang luas dan kinerja yang kompleks; dan ketiga, analisis proses
yang digunakan untuk menghasilkan respon peserta didik atas perolehan sikap,
keterampilan, dan pengetahuan yang ada.
Penilaian autentik akan bermakna bagi guru untuk menentukan cara-cara
terbaik agar semua siswa dapat mencapai hasil akhir, meski dengan satuan waktu
yang berbeda. Konstruksi sikap, keterampilan, dan pengetahuan dicapai melalui
penyelesaian tugas di mana peserta didik telah memainkan peran aktif dan
kreatif. Sehingga keterlibatan peserta didik dalam melaksanakan tugas sangat
bermakna bagi perkembangan pribadi mereka.
Dalam pembelajaran autentik, peserta didik diminta mengumpulkan informasi
dengan pendekatan ilmiah, memahami aneka fenomena atau gejala dan hubungannya
satu sama lain secara mendalam, serta mengaitkan apa yang dipelajari dengan
dunia nyata yang ada di luar sekolah. Sehingga guru dan peserta didik memiliki
tanggung jawab atas apa yang terjadi. Peserta didik pun tahu apa yang mereka
ingin pelajari, memiliki parameter waktu yang fleksibel, dan bertanggungjawab
untuk tetap pada tugas. Penilaian autentik pun mendorong peserta didik
mengkonstruksi, mengorganisasikan, menganalisis, mensintesis, menafsirkan,
menjelaskan, dan mengevaluasi informasi untuk kemudian mengubahnya menjadi
pengetahuan baru.
Pada pembelajaran autentik, guru harus menjadi “guru autentik.” Peran guru
bukan hanya pada proses pembelajaran, melainkan juga pada penilaian. Untuk bisa
melaksanakan pembelajaran autentik, guru harus memenuhi kriteria tertentu,
yaitu:
- Mengetahui
bagaimana menilai kekuatan dan kelemahan peserta didik serta desain
pembelajaran.
- Mengetahui bagaimana cara membimbing peserta
didik untuk mengembangkan pengetahuan mereka sebelumnya dengan cara
mengajukan pertanyaan dan menyediakan sumber daya memadai bagi peserta
didik untuk melakukan akuisisi pengetahuan.
- Menjadi pengasuh proses pembelajaran, melihat
informasi baru, dan mengasimilasikan pemahaman peserta didik.
- Menjadi kreatif tentang bagaimana proses belajar
peserta didik dapat diperluas dengan menimba pengalaman dari dunia di luar
tembok sekolah.
D.
Jenis-Jenis Penilaian Autentik Pembelajaran
Kurikulum 2013
Dalam rangka melaksanakan asesmen autentik yang baik, guru harus memahami
secara jelas tujuan yang ingin dicapai. Untuk itu, guru harus bertanya pada
diri sendiri, khususnya berkaitan dengan: (1) sikap, keterampilan, dan
pengetahuan apa yang akan dinilai; (2) fokus penilaian akan dilakukan,
misalnya, berkaitan dengan sikap, keterampilan, dan pengetahuan; dan (3)
tingkat pengetahuan apa yang akan dinilai, seperti penalaran, memori, atau
proses. Menurut Mela (2013), terdapat 4
(empat) jenis penilaian autentik. Dimana dari keempat jenis penilaian autentik
tersebut adalah penilaian kinerja,
penilaian proyek, penilaian portofolio dan penilaian tertulis.
1. Penilaian
Kinerja
Pada penilaian ini, sebisa mungkin melibatkan partisipasi peserta didik,
khususnya dalam proses dan aspek-aspek yang akan dinilai. Guru dapat
melakukannya dengan meminta para peserta didik menyebutkan unsur-unsur
proyek/tugas yang akan mereka gunakan untuk menentukan kriteria
penyelesaiannya. Berikut ini cara merekam hasil penilaian berbasis kinerja.
a.
Daftar cek (checklist).
Digunakan
untuk mengetahui muncul atau tidaknya unsur-unsur tertentu dari indikator atau
subindikator yang harus muncul dalam sebuah peristiwa atau tindakan.
b.
Catatan anekdot/narasi (anecdotal/narative records).
Digunakan
dengan Cara guru menulis laporan narasi tentang apa yang dilakukan oleh
masing-masing peserta didik selama melakukan tindakan. Dari laporan tersebut,
guru dapat menentukan seberapa baik peserta didik memenuhi standar yang
ditetapkan.
c.
Skala penilaian (rating scale).
Biasanya
digunakan dengan menggunakan skala numerik berikut predikatnya. Misalnya: 5 =
baik sekali, 4 = baik, 3 = cukup, 2 = kurang, 1 = kurang sekali.
d.
Memori atau ingatan (memory approach).
Digunakan
oleh guru dengan cara mengamati peserta didik ketika melakukan sesuatu, dengan
tanpa membuat catatan. Guru menggunakan informasi dari memorinya untuk
menentukan apakah peserta didik sudah berhasil atau belum.
Penilaian kinerja memerlukan pertimbangan-pertimbangan khusus. Pertama,
langkah-langkah kinerja harus dilakukan peserta didik untuk menunjukkan kinerja
yang nyata untuk suatu atau beberapa jenis kompetensi tertentu. Kedua,
ketepatan dan kelengkapan aspek kinerja yang dinilai. Ketiga,
kemampuan-kemampuan khusus yang diperlukan oleh peserta didik untuk
menyelesaikan tugas-tugas pembelajaran.Keempat, fokus utama dari kinerja yang
akan dinilai, khususnya indikator esensial yang akan diamati. Kelima, urutan
dari kemampuan atau keerampilan peserta didik yang akan diamati.
Pengamatan atas kinerja peserta didik perlu dilakukan dalam berbagai
konteks untuk menetapkan tingkat pencapaian kemampuan tertentu. Untuk menilai
keterampilan berbahasa peserta didik, dari aspek keterampilan berbicara,
misalnya, guru dapat mengobservasinya pada konteks yang, seperti berpidato,
berdiskusi, bercerita, dan wawancara. Dari sini akan diperoleh keutuhan
mengenai keterampilan berbicara dimaksud. Untuk mengamati kinerja peserta didik
dapat menggunakan alat atau instrumen, seperti penilaian sikap, observasi
perilaku, pertanyaan langsung, atau pertanyaan pribadi.
Penilaian-diri (self assessment)
termasuk dalam rumpun penilaian kinerja. Penilaian diri merupakan suatu teknik
penilaian di mana peserta didik diminta untuk menilai dirinya sendiri berkaitan
dengan status, proses dan tingkat pencapaian kompetensi yang dipelajarinya
dalam mata pelajaran tertentu. Teknik penilaian diri dapat digunakan untuk
mengukur kompetensi kognitif, afektif dan psikomotor.
Penilaian ranah sikap.Misalnya, peserta didik diminta mengungkapkan curahan
perasaannya terhadap suatu objek tertentu berdasarkan kriteria atau acuan yang
telah disiapkan. Penilaian ranah keterampilan. Misalnya, peserta didik diminta
untuk menilai kecakapan atau keterampilan yang telah dikuasainya oleh dirinya
berdasarkan kriteria atau acuan yang telah disiapkan. Penilaian ranah
pengetahuan. Misalnya, peserta didik diminta untuk menilai penguasaan
pengetahuan dan keterampilan berpikir sebagai hasil belajar dari suatu mata
pelajaran tertentu berdasarkan atas kriteria atau acuan yang telah disiapkan. Teknik
penilaian-diri bermanfaat memiliki beberapa manfaat positif. Pertama,
menumbuhkan rasa percaya diri peserta didik. Kedua, peserta didik menyadari
kekuatan dan kelemahan dirinya. Ketiga, mendorong, membiasakan, dan melatih
peserta didik berperilaku jujur. Keempat, menumbuhkan semangat untuk maju
secara personal.
2. Penilaian
Proyek
Penilaian proyek (project assessment) merupakan kegiatan penilaian
terhadap tugas yang harus diselesaikan oleh peserta didik menurut periode/waktu
tertentu. Penyelesaian tugas dimaksud berupa investigasi yang dilakukan oleh
peserta didik, mulai dari perencanaan, pengumpulan data, pengorganisasian,
pengolahan, analisis, dan penyajian data.
Menurut Badarudin (2013), Penialian dalam proses Pembelajaran merupakan
kegiatan menghimpun fakta- fakta dan dokumen belajar peserta didik yang dapat
dipercaya sebagai bagian dari program Pembelajaran di kelas,
oleh karenanya penilaian berfungsi membantu guru
untuk merencanakan kurikulum dan program Pembelajaran,
maka kegiatan penialian membutuhkan informasi yang bervariasi
dari setiap individu atau kelompok peserta didik serta guru. Guru
dapat melakukan penilaian dengan cara
mengumpulkan catatan yang
diperoleh melalui pertemuan, observasi,
portofolio, proyek, produk, ujian serta data hasil interview dan survey. Proyek
adalah tugas yang harus diselesaikan dalam periode atau waktu tertentu. Tugas
tersebut berupa suatu investigasi sejak dari pengumpulan,
pengorganisasian, pengevaluasian, hingga
penyajian data karena dalam pelaksanaan
proyek bersumber pada primer atau skunder, evaluasi dan hasil kerjasama dengan
pihak lain.
Selama mengerjakan sebuah proyek pembelajaran, peserta didik memperoleh
kesempatan untuk mengaplikasikan sikap, keterampilan, dan pengetahuannya.
Karena itu, pada setiap penilaian proyek, setidaknya ada tiga hal yang
memerlukan perhatian khusus dari guru.
Keterampilan peserta didik dalam memilih topik, mencari dan mengumpulkan
data, mengolah dan menganalisis, memberi makna atas informasi yang diperoleh,
dan menulis laporan. Kesesuaian atau relevansi materi pembelajaran dengan
pengembangan sikap, keterampilan, dan pengetahuan yang dibutuhkan oleh peserta
didik.
Orijinalitas atas keaslian sebuah proyek pembelajaran yang dikerjakan atau dihasilkan oleh peserta didik.
Orijinalitas atas keaslian sebuah proyek pembelajaran yang dikerjakan atau dihasilkan oleh peserta didik.
Penilaian proyek berfokus pada perencanaan, pengerjaan, danproduk proyek.
Dalam kaitan ini serial kegiatan yang harus dilakukan oleh guru meliputi
penyusunan rancangan dan instrumen penilaian, pengumpulan data, analisis data,
dan penyiapkan laporan. Penilaian proyek dapat menggunakan instrumen daftar
cek, skala penilaian, atau narasi. Laporan penilaian dapat dituangkan dalam
bentuk poster atau tertulis.
Produk akhir dari sebuah proyek sangat mungkin memerlukan penilaian khusus.
Penilaian produk dari sebuah proyek dimaksudkan untuk menilai kualitas dan
bentuk hasil akhir secara holistik dan analitik. Penilaian produk dimaksud
meliputi penilaian atas kemampuan peserta didik menghasilkan produk, seperti makanan,
pakaian, hasil karya seni (gambar, lukisan, patung, dan lain-lain),
barang-barang terbuat dari kayu, kertas, kulit, keramik, karet, plastik, dan
karya logam.Penilaian secara analitik merujuk pada semua kriteria yang harus
dipenuhi untuk menghasilkan produk tertentu. Penilaian secara holistik merujuk
pada apresiasi atau kesan secara keseluruhan atas produk yang dihasilkan.
Berikut ini tiga hal yang perlu diperhatikan guru dalam penilaian proyek.
a.
Keterampilan peserta didik dalam memilih topik, mencari
dan mengumpulkan data, mengolah dan menganalisis, memberi makna atas informasi
yang diperoleh, dan menulis laporan.
b.
Kesesuaian atau relevansi materi pembelajaran dengan
pengembangan sikap, keterampilan, dan pengetahuan yang dibutuhkan oleh peserta
didik.
c.
Keaslian sebuah proyek pembelajaran yang dikerjakan
atau dihasilkan oleh peserta didik.
Metode judging proyek dapat
dinilai secara holistic maupun analitik pada proses mapun produknya secara
holistic, nilai tunggal mencerminkan kesan umum, sedangkan secara analitik,
nilai diberikan pada beberapa aspek. Keterbandingan Judgement,
keterbandingan nialai proyek tidaklah begitu
penting di kelas, akan tetapi guru harus
tetap yakin bahwa nilai dapat dimengerti siswa.
Pada situasi yang memiliki risiko tinggi, nilai diberikan oleh penilai
yang berbeda, maka standar penilaian pada
topik yang berbeda tersebut harus dispersikasikan.
Penilaian proyek merupakan salah satu bukti untuk ditempatkan pada peta
kemajuan belajar siswa. Nilainya dapat dilakukan secara subjektif maupun
objektif. Secara objektif, lokasi siswa pada peta kemajuan belajar dapat
ditempatkan relative tepat. Secara subjektif bila hal ini dilakukan, bukti
nilai yang tersedia dapat menunjukan hubungan yang lemah pada peta kemajuan
belajar.
3. Penilaian
Portofolio
Penilaian portofolio merupakan penilaian atas kumpulan artefak yang menunjukkan
kemajuan dan dihargai sebagai hasil kerja dari dunia nyata. Penilaian
portofolio bisa berangkat dari hasil kerja peserta didik secara perorangan atau
diproduksi secara berkelompok, memerlukan refleksi peserta didik, dan
dievaluasi berdasarkan beberapa dimensi.
Penilaian portofolio merupakan penilaian berkelanjutan yang didasarkan pada kumpulan informasi yang menunjukkan perkembangan kemampuan peserta didik dalam satu periode tertentu. Informasi tersebut dapat berupa karya peserta didik dari proses pembelajaran yang dianggap terbaik, hasil tes (bukan nilai), atau informasi lain yang releban dengan sikap, keterampilan, dan pengetahuan yang dituntut oleh topik atau mata pelajaran tertentu.Fokus penilaian portofolio adalah kumpulan karya peserta didik secara individu atau kelompok pada satu periode pembelajaran tertentu. Penilaian terutama dilakukan oleh guru, meski dapat juga oleh peserta didik sendiri.
Penilaian portofolio merupakan penilaian berkelanjutan yang didasarkan pada kumpulan informasi yang menunjukkan perkembangan kemampuan peserta didik dalam satu periode tertentu. Informasi tersebut dapat berupa karya peserta didik dari proses pembelajaran yang dianggap terbaik, hasil tes (bukan nilai), atau informasi lain yang releban dengan sikap, keterampilan, dan pengetahuan yang dituntut oleh topik atau mata pelajaran tertentu.Fokus penilaian portofolio adalah kumpulan karya peserta didik secara individu atau kelompok pada satu periode pembelajaran tertentu. Penilaian terutama dilakukan oleh guru, meski dapat juga oleh peserta didik sendiri.
Menurut Sudrajat (2008), penilaian portofolio merupakan satu metode
penilaian berkesinambungan, dengan mengumpulkan informasi atau data secara
sistematik atas hasil pekerjaan seseorang (Pomham, 1984). Seluruh hasil belajar
peserta didik (hasil tes, hasil tugas perorangan, hasil praktikum atau hasil
pekerjaan rumah) dicatat dan diorganisir secara sistematik. Fungsi penilaian portofolio adalah
sebagai alat untuk mengetahui kemajuan kompetensi yang telah dicapai peserta
didik dan mendiagnosis kesulitan belajar peserta didik, memberikan umpan balik
untuk kepentingan perbaikan dan penyempurnaan KBM. Kumpulan hasil pekerjaan
peserta didik dapat berupa: (1) puisi; (2) karangan; (3) gambar/tulisan; (4)
peta/denah; (5) desain; (6) paper; (7) laporan observasi; (8 ) laporan
penyelidikan; (9) laporan penelitian; (10) laporan eksperimen; (11)
sinopsis;(12) naskah pidato/kotbah; (13) naskah drama;(14) doa; (15) rumus;(16)
kartu ucapan; (17) surat; (18 ) komposisi musik; (19) teks lagu; (20) resep
masakan
Melalui penilaian portofolio guru akan mengetahui perkembangan atau
kemajuan belajar peserta didik. Misalnya, hasil karya mereka dalam menyusun
atau membuat karangan, puisi, surat, komposisi musik, gambar, foto, lukisan,
resensi buku/ literatur, laporan penelitian, sinopsis, dan lain-lain. Atas
dasar penilaian itu, guru dan/atau peserta didik dapat melakukan perbaikan sesuai
dengan tuntutan pembelajaran.
Penilaian portofolio dilakukan dengan menggunakan langkah-langkah seperti
berikut ini.
a.
Guru menjelaskan secara ringkas esensi penilaian
portofolio.
b.
Guru atau guru bersama peserta didik menentukan jenis
portofolio yang akan dibuat.
c.
Peserta didik, baik sendiri maupun kelompok, mandiri
atau di bawah bimbingan guru menyusun portofolio pembelajaran.
d.
Guru menghimpun dan menyimpan portofolio peserta didik
pada tempat yang sesuai, disertai catatan tanggal pengumpulannya.
e.
Guru menilai portofolio peserta didik dengan kriteria
tertentu.
f.
Jika memungkinkan, guru bersama peserta didik membahas
bersama dokumen portofolio yang dihasilkan.
g.
Guru memberi umpan balik kepada peserta didik atas
hasil penilaian portofolio.
4. Penilaian Tertulis
Meski konsepsi asesmen autentik muncul dari ketidakpuasan terhadap tes
tertulis yang lazim dilaksanakan pada era sebelumnya, penilaian tertulis atas
hasil pembelajaran tetap lazim dilakukan. Tes tertulis terdiri dari memilih
atau mensuplai jawaban dan uraian. Memilih jawaban dan mensuplai jawaban.
Memilih jawaban terdiri dari pilihan ganda, pilihan benar-salah, ya-tidak,
menjodohkan, dan sebab-akibat. Mensuplai jawaban terdiri dari isian atau
melengkapi, jawaban singkat atau pendek, dan uraian.
Tes tertulis berbentuk uraian atau esai menuntut peserta didik mampu
mengingat, memahami, mengorganisasikan, menerapkan, menganalisis, mensintesis,
mengevaluasi, dan sebagainya atas materi yang sudah dipelajari. Tes tertulis
berbentuk uraian sebisa mungkin bersifat komprehensif, sehingga mampu
menggambarkan ranah sikap, pengetahuan, dan keterampilan peserta didik.
Pada tes tertulis berbentuk esai, peserta didik berkesempatan memberikan
jawabannya sendiri yang berbeda dengan teman-temannya, namun tetap terbuka memperoleh
nilai yang sama. Misalnya, peserta didik tertentu melihat fenomena kemiskinan
dari sisi pandang kebiasaan malas bekerja, rendahnya keterampilan, atau
kelangkaan sumberdaya alam. Masing-masing sisi pandang ini akan melahirkan
jawaban berbeda, namun tetap terbuka memiliki kebenarann yang sama, asalkan
analisisnya benar. Tes tersulis berbentuk esai biasanya menuntut dua jenis pola
jawaban, yaitu jawaban terbuka (extended-response)
atau jawaban terbatas (restricted-response).
Hal ini sangat tergantung pada bobot soal yang diberikan oleh guru. Tes semacam
ini memberi kesempatan pada guru untuk dapat mengukur hasil belajar peserta
didik pada tingkatan yang lebih tinggi atau kompleks.
BAB III
KESIMPULAN
Penilaian autentik dalam
pembelajaran kurikulum 2013 memeastikan pembelajaran yang autentik di kelas.
Penilaian pembelajaran kurikulum 2013 yang bersifat autentik cenderung berfokus
pada tugas-tugas kompleks atau kontekstual bagi peserta didik, yang
memungkinkan mereka secara nyata menunjukkan kompetensi atau keterampilan yang
dimilikinya.
Penilaian autentik dimaksudkan untuk
mengukur kompetensi sikap, pengetahuan dan keterampilan secara komprehensif
dari setiap pembelajaran melalui
penilaian berbentu penilaian kinerja, proyek, portofolio dan penilain tertulis.
Penilaian ini mencakup berbagai teknik penilaian. Pertama, pengukuran langsung
keterampilan peserta didik yang berhubungan dengan hasil jangka panjang
pendidikan seperti kesuksesan di tempat kerja. Kedua, penilaian atas
tugas-tugas yang memerlukan keterlibatan yang luas dan kinerja yang kompleks.
Ketiga, analisis proses yang digunakan untuk menghasilkan respon peserta didik
atas perolehan sikap, keteampilan, dan pengetahuan yang ada.
Dengan demikian, penilaian
pembelajaran kurikulum 2013 merupakan penyempurnaan penilaian pada kurikulum
sebelumnya sehingga bersifat autentik dan bermakna bagi guru untuk menentukan
cara-cara terbaik agar semua siswa dapat mencapai hasil akhir, meski dengan
satuan waktu yang berbeda. Konstruksi sikap, keterampilan, dan pengetahuan
dicapai melalui penyelesaian tugas di mana peserta didik telah memainkan peran
aktif dan kreatif. Keterlibatan peserta didik dalam melaksanakan tugas sangat
bermakna bagi perkembangan pribadi mereka.
Dalam pembelajaran autentik, peserta
didik diminta mengumpulkan informasi dengan pendekatan saintifik, memahahi
aneka fenomena atau gejala dan hubungannya satu sama lain secara mendalam,
serta mengaitkan apa yang dipelajari dengan dunia nyata yang luar sekolah. Di
sini, guru dan peserta didik memiliki tanggung jawab atas apa yang terjadi.
Peserta didik pun tahu apa yang mereka ingin pelajari, memiliki parameter waktu
yang fleksibel, dan bertanggungjawab untuk tetap pada tugas. Asesmen autentik
pun mendorong peserta didik mengkonstruksi, mengorganisasikan, menganalisis,
mensintesis, menafsirkan, menjelaskan, dan mengevaluasi informasi untuk
kemudian mengubahnya menjadi pengetahuan baru. Mengetahui bagaimana menilai
kekuatan dan kelemahan peserta didik serta desain pembelajaran. Mengetahui bagaimana
cara membimbing peserta didik untuk mengembangkan pengetahuan mereka sebelumnya
dengan cara mengajukan pertanyaan dan menyediakan sumber daya memadai bagi
peserta didik untuk melakukan akuisisi pengetahuan.
Metode penilaian tradisional untuk
mengukur prestasi, seperti tes pilihan ganda, benar/salah, menjodohkan, dan
lain-lain telah gagal mengetahui kinerja peserta didik yang sesungguhnya. Tes
semacam ini telah gagal memperoleh gambaran yang utuh mengenai sikap,
keterampilan, dan pengetahuan peserta didik dikaitkan dengan kehidupan nyata
mereka di luar sekolah atau masyarakat. Penilaian hasil belajar yang
tradisional bahkan cenderung mereduksi makna kurikulum, karena tidak menyentuh
esensi nyata dari proses dan hasil belajar peserta didik. Ketika asesmen
tradisional cenderung mereduksi makna kurikulum, tidak mampu menggambarkan
kompetensi dasar, dan rendah daya prediksinya terhadap derajat sikap,
keterampilan, dan kemampuan berpikir yang diartikulasikan dalam banyak mata
pelajaran atau disiplin ilmu; ketika itu pula asesmen autentik memperoleh
traksi yang cukup kuat. Memang, pendekatan apa pun yang dipakai dalam penilaian
tetap tidak luput dari kelemahan dan kelebihan. Namun demikian, sudah saatnya
guru profesional pada semua satuan pendidikan memandu gerakan memadukan potensi
peserta didik, sekolah, dan lingkungannya melalui asesmen proses dan hasil
belajar yang autentik.
Data penilaian autentik digunakan
untuk berbagai tujuan seperti menentukan kelayakan akuntabilitas implementasi
kurikulum dan pembelajaran di kelas tertentu. Data asesmen autentik dapat
dianalisis dengan metode kualitatif, kuanitatif, maupun kuantitatif. Analisis
kualitatif dari asesmen autentik berupa narasi atau deskripsi atas capaian
hasil belajar peserta didik secara akurat, misalnya, mengenai keunggulan dan
kelemahan, motivasi, keberanian berpendapat, dan sebagainya. Analisis
kuantitatif dari data asesmen autentik menerapkan rubrik skor atau daftar cek
(checklist) untuk menilai tanggapan relatif peserta didik relatif terhadap
kriteria dalam kisaran terbatas dari empat atau lebih tingkat kemahiran
(misalnya: sangat mahir, mahir, sebagian mahir, dan tidak mahir). Rubrik
penilaian dapat berupa analitik atau holistik. Analisis holistik memberikan skor
keseluruhan kinerja peserta didik, sehingga dapat menjadi umpan balik yang
efektif bagi guru dalam merancang pembelajaran selanjutnya dan peserta didik
dalam meningkatkan kompetensi belajarnya.
DAFTAR PUSTAKA
Arifin, Zaenal. 2012. Evaluasi Pembelajaran.Jakarta: Dirjen Pendidikan Agama Islam Kementrian
Agama.
Mela. 2013. Kurikulum 2013- Konsep Penilaian Autentik pada Proses dan Hasil
Belajar. http://eltelu.blogspot.com/
Sudrajat, Ajat. 2013. Penilaian Portofolio. http://akhmadsudrajat.wordpress.com/2008/08/07/penilaian-portofolio/
Sax ,1980.
Hasan, S. Hamid. 1988. Evaluasi
Kurikulum. Jakarta: 2LPTK.
Wiersma dan Jurs (1985
Nitko,. Anthony J. (1996
Guba dan Lincoln (1985
Cronbach (1970
Tidak ada komentar:
Posting Komentar